Gempa Buleleng, Warga Dari 4 Desa Mengungsi

Gempa Buleleng, Warga Dari 4 Desa Mengungsi

Smallest Font
Largest Font

Bali, garismerahnews.com –

Gempa berkekuatan 5,1 SR yang mengguncang wilayah Buleleng, Kamis (14/11) petang pukul 18.21 Wita, picu kepanikan di sejumlah kawasan. Gara-gara isu akan terjadi tsunami, warga empat desa di Kecamatan Seririt, yakni Desa Pengastulan, Kelurahan Seririt, Desa Bubunan, Desa Patemon, bahkan sempat mengungsi ke wilayah Kecamatan Busungbiu, Buleleng.

Kepanikan terjadi karena warga masih trauma dengan gempa berkekuatan 6,2 SR pada 14 Juli 1976 yang meluluhlantakkan kawasan Seririt dan sekitarnya, selain merenggut ribuan korban jiwa. Maka, begitu mendengar isu air laut surut (pertanda akan terjadinya tsunami) dan isu sirene tsunami berbunyi pasca gempa, warga Desa Pengastulan dan Kelurahan Seririt kontan berhamburan mencari dataran lebih tinggi.

Informasi yang dihimpun NusaBali, kepanikan warga terutama yang berada di kawasan pesisir pantai, seperti Desa Pengastulan dan Kelurahan Seririt, terjadi beberapa menit pasca gempa 5,1 SR. Awalnya, saat gempa pertama dengan kekuatan 4,6 SR pukul 18.10 Wita, yang berpusat di 23 kilometer arah barat daya Buleleng pada kedalaman 11 kilometer, warga belum terlalu panik.

Kepanikan muncul setelah gempa susulan kedua pukul 18.21 Wita dengan kekuatan 5,1 SR yang berpusat di 21 kilometer arah barat daya Buleleng, pada kedalaman 10 kilometer. Warga yang panik langsung berlarian ke dataran tinggi untuk mengungsi. Bahkan, mereka sampai mengungsi ke Desa/Kecamatan Busungbiu, yang berjarak sekitar 2,5 kilometer arah selatan dari Seririt.

Mereka lari ke dataran lebih tinggi menggunakan sepeda motor, ada pula yang jalan kaki dan naik mobil, sambil teriak menyebut ada info air laut di Desa Pengstulan sudah surut. Nah, warga yang lari ke arah selatan ini kemudian diikuti oleh warga yang berada di sepanjang jalan yang dilalui, hingga akhirnya memicu kepanikan warga beberapa desa lain, seperti Desa Bubunan dan Desa Patemon. Mereka pun ikut bergerak ke dataran tinggi. Ini mirip peristiwa di Kota Singaraja, Buleleng, 15 Juli 1976 atau sehari pasca gempa yang menghancurkan Seririt, di mana warga kota berlarian ke arah selatan menuju Kecamatan Sukasada karena isu air laut meluap.

Kepanikan warga kemarin petang membuat arus lalulintas macet total, terutama di jalur Seririt-Busungbiu. Sebagian besar penduduk yang panik berduyun-duyun naik motor dan saling salip karena ingin lebih cepat sampai di daerah atas.

“Saya tidak sempat keluarkan mobil, karena warga sudah berhamburan lari. Jadi, saya ikut agar lebih cepat naik pakai sepeda motor,” ujar seorang warga Seririt.

Kepanikan warga ini dipicu isu air laut surut dan terdengar bunyi sirine tsunami di pesisir Desa Pengastulan. Isu tersebut terus berkembang setelah viral sebuah video, di mana warga tengah mengungsi menuju daerah atas dengan naik motor sambil menyampaikan kabar air laut surut. Mereka panik, karena masih trauma peristiwa gempa yang menghancurkan Seririt, 14 Juli 1976.

Kepala Pelaksana BPBD Buleleng, Ida Bagus Suadnyana, hingga tadi malam bulam bisa dipastikan berapa jumlah bangunan yang rusak akibat gempa. Sebab, timnya masih melakukan verifikasi di lapangan.

“Dari data sementara, memang ada kerusakan rumah warga di sejumlah tempat di Buleleng. Kami masih melakukan pendataan,” tandas IB Suadnyana.

Editors Team
Daisy Floren