LPNasdem Tubaba Temukan Pelanggaran Diskominfo Tubaba Dalam SiRUP-LKPP Tahun 2022

LPNasdem Tubaba Temukan Pelanggaran Diskominfo Tubaba Dalam SiRUP-LKPP Tahun 2022

Smallest Font
Largest Font

Tubaba (GMNews) – Ketua Dewan Pimpinan Kabupaten (DPK) Lembaga Pemerhati Nasional Indonesia Membangun (LPNASDEM) Tulang Bawang Barat (Tubaba) Joni Setiawan, menduga Eri Budi Santoso telah menyalahgunakan kewenangannya selaku Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Tubaba. Hal ini disampaikannya kepada wartawan di Panaragan, Jumat (23/12).

Menurut Joni, Kadis Kominfo yang kerap disapa Ebe tersebut, telah membuat kebijakan yang bertentangan dengan Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 yang kemudian di ubah menjadi Perpres nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, karena secara sepihak menetapkan belanja jasa iklan/reklame, film, dan pemotretan/layanan hubungan media sebesar 5,9 milyar rupiah dan APBD-P sebesar 1 milyar rupiah melalui swakelola. Hal itu di dapat dari data yang tertuang dalam Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) APBD tahun anggaran 2022.

Dalam perpres tersebut, pengadaan yang diadakan melalui Swakelola dapat dilaksanakan apabila memenuhi salah satu jenis pekerjaan dari 11 item yakni Barang/jasa yang dilihat dari segi nilai, lokasi, dan/atau sifatnya tidak diminati oleh Pelaku Usaha, Pengadaan Barang/Jasa di lokasi terpencil/pulau terluar, atau renovasi rumah tidak layak huni, dan Jasa penyelenggaraan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan/atau pelatihan, kursus, penataran, seminar, lokakarya atau penyuluhan.

Kemudian penyelenggaraan sayembara atau kontes, Barang/jasa yang dihasilkan oleh usaha ekonomi kreatif dan budaya dalam negeri untuk kegiatan pengadaan festival, parade seni/budaya,
Barang/jasa yang masih dalam pengembangan sehingga belum dapat disediakan atau diminati oleh Pelaku Usaha.

Lalu barang/jasa yang dihasilkan oleh Ormas, Kelompok Masyarakat, atau masyarakat, Barang/jasa yang pelaksanaan pengadaannya memerlukan partisipasi masyarakat, dan terakhir
Barang/jasa yang bersifat rahasia dan mampu dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang bersangkutan,

“Karena dalam Perpres, belanja jasa iklan/reklame, film, dan pemotretan/layanan hubungan media tidak masuk dalam kategori swakelola maka kegiatan tersebut sejatinya adalah pengadaan melalui penyedia, bukan swakelola sebagaimana mereka tuangkan di dalam SiRUP- LKPP,” tegasnya.

Dia menambahkan, Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola adalah cara memperoleh Barang/Jasa yang dikerjakan sendiri oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah, Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah Lain, Organisasi Kemasyarakatan, atau Kelompok Masyarakat.

Dengan demikian Pengadaan dan Swakelola bukan lah terminologi yang setara, Swakelola merupakan bagian dari unsur Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dimana selain Swakelola, yang setara ditilik dari cara Pengadaan selain menggunakan Swakelola dapat digunakan Penyedia ditilik dari perspektif Cara Pengadaan. Menyetarakan antara Pengadaan dan Swakelola sebagai dua hal yang berbeda merupakan kekeliruan karena “genus” nya tidak lagi sama dan setara secara taksonomis.

“Pertanyaan kami, apakah boleh untuk Pengadaan jasa iklan oleh pihak ketiga dilakukan secara swakelola? kan aneh, sedangkan belanja jasa iklan tersebut jelas-jelas pengadaan dengan cara melalui penyedia, sangat naif jika sekelas kepala dinas tidak mengetahui hal ini,” cetusnya.

Dia berharap, temuan ini dapat menjadi perhatian BPKP dan Aparat Penegak Hukum (APH), karena sangat dimungkinkan adanya penyalahgunaan wewenang yang merugikan negara dalam kebijakan ini.

“Berdasarkan ketentuan, sangat jelas melanggar Perpres, tinggal lagi apakah lembaga berwenang dapat melakukan tindakan atau tidak, kita selaku masyarakat hanya ikut membantu mereka mengawasi penggunaan uang negara,” pungkasnya.(el)

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
Redaksi Author